Tuesday, February 19, 2008

Hubungan Antara Lokasi dan Motivasi, serta Penerapannya dalam Aktivitas Blogging Sebagai Aktualisasi Diri yang Kontinu

place motivation graphic pop art


Dari judul di atas, jika dibuat sebuah pertanyaan “apakah ada hubungannya?”, maka jawabannya adalah ya menurut saya. Namun hubungan seperti apa yang dimaksud, maka tataran persoalannya tentu akan memiliki persepsi yang lain. Yang jelas hubungan yang dimaksud tidak serupa dengan hubungan antara Ahmad Dhani, Maia Estianty, dan Mulan Jameela [dahulu lazim dikenal sebagai Mulan Kwok sebelum bertransformasi identitas dari nuansa Oriental ke nuansa Semit].

Jika saya berada di depan komputer di kantor, maka saya akan berhadapan dengan begitu banyak pekerjaan yang menunggu untuk saling diselesaikan. Semakin cepat, semakin baik, yang artinya saya dapat menyelesaikan pekerjaan yang lain dengan tenggat waktu yang lebih cepat. Nah, jika kemudian saya dapat menyelesaikan seluruh pekerjaan dengan lebih cepat, maka ketika antrian pekerjaan sudah tidak ada lagi, maka yang ada pada saya adalah waktu luang.

Namanya waktu luang pasti bisa untuk digunakan untuk apa saja. Jika saya berpikiran malas, maka sebuah waktu luang adalah waktu untuk tidak melakukan apa-apa, berdiam diri seperti penderita autis, atau yang terburuk memejamkan mata kemudian tertidur. Untunglah saya tidak termasuk tipe yang seperti itu [sombong mode: on]. Sebagian waktu luang saya di kantor biasanya digunakan untuk membaca [buku sebab suratkabar tak lagi hadir di kantor], mengobrol [yang produktif tentunya], ber-SMS ria [dengan pacar], berinternet mengecek e-mail pribadi, blogwalking, atau menambah koleksi content di blog dengan menulis content baru.

Dari sekian banyak aktivitas yang saya gunakan untuk mengisi waktu luang adalah mengoneksikan modem Motorola L6 saya dan mulai berselancar dengan Mozilla Firefox. Pertama kali yang saya akses adalah e-mail di GoogleMail. Berhubung saya berlangganan dengan beberapa blog mulai dari problogger, dailyblogtips, hingga cosaaranda, maka bisa dipastikan bahwa setiap hari inbox saya selalu terisi dengan berbagai macam feed. Maka rutinlah saya mengikuti perkembangan dunia blog lokal, interlokal, dan internasional melalui inbox.

Lalu apa hubungannya antara motivasi masturbasi dan lokasi? Sebentar, saya ini senang menulis dengan kronologis yang spontan sehingga terkadang keluar jalur dari apa yang pada awalnya sedang dibicarakan. Jadi maaf saja. Tapi yakinlah, saya akan kembali pada topik yang sebenarnya.

Oke, kembali pada paragraf sebelumnya ketika saya kerap membaca update blog orang lain melalui inbox. Inti dari kegiatan tersebut adalah membaca artikel orang lain yang sebagian besar menulis tentang bagaimana memotivasi setiap orang untuk terjun ke dalam dunia blog dan berbagi informasi kepada sesama pengguna internet.

Ingat, setiap hari saya membuka inbox dan membaca setiap artikel baru yang pada intinya membahas bagaimana tetap berkontribusi pada blog. Namun apakah artikel-artikel yang telah saya baca tersebut telah memberikan dampaknya terhadap diri saya sendiri?

Pertanyaan yang cukup memalukan untuk saya jawab karena jawaban sebenarnya adalah belum. Mengapa belum? Saya berpatokan pada jumlah post pada blog ini yang jumlahnya jauh di bawah batas minim sebagai seorang blogger profesional. Blogger profesional katamu, Daniy? Ya, profesional. Karena setiap saya membaca artikel-artikel dalam blog orang lain tersebut, maka yang ada di dalam benak saya adalah sebuah anggapan terhadap diri sendiri yang berkata bahwa “Saya akan menjadi blogger profesional!”. Apa susahnya sih menulis setiap hari tentang apa saja dan memublikasikannya ke dalam blog?

Ternyata susah.

Saya selalu memandang diri saya sendiri sebagai seseorang yang pandai menulis, cerdik merangkai dan meracik kata, serta pintar bermain gitar dan menyanyi. Yang terakhir tidak ada hubungannya dengan topik ini. Hanya ingin pamer. Namun ketika dihadapkan kepada sebuah komitmen untuk tetap terus menulis setiap hari atau paling tidak pada interval waktu yang ajeg adalah sebuah praktek yang tidak mudah.

Soal ide saya kira bukan hal yang susah didapat. Setiap pagi saat berangkat kerja, saya selalu melewati jalan yang sama dengan kejadian dan persepsi yang berbeda. Pada pagi ini perhatian saya terpusat pada papan billboard Esia yang terpancang megah di tengah jalan arteri. Dan kemarin pagi, sebuah mikrobus tampak memasang stiker tempel yang bertuliskan “Nek ra muleh digoleki, Nang omah dinesoni” [Jawa: Jika tidak pulang ke rumah, dicari-cari. Jika di rumah malah dimarahi].

Dalam dunia ide, saya memiliki kesempatan untuk menulis tentang billboard Esia dalam berbagai sudut pandang yang dapat saya rangkum dalam pertanyaan-pertanyaan seperti ini:
  • Apakah ia sudah berdiri dengan mengindahkan ketentuan yang berlaku?
  • Benarkah promosi yang tertulis dalam billboard tersebut?
  • Apakah iklan yang tampil dalam papan billboard tersebut sudah memenuhi etika beriklan?
  • Seberapa kayakah pemilik biro iklan yang memancangkan papan iklan tersebut? dst...
Pada kasus kedua, saya mungkin saja menulis tentang sang sopir yang memiliki istri galak serupa lakon sinetron di Suami-Suami Takut Istri. Sang sopir tak punya teman curhat, sehingga ia pun ‘memaksa’ bercurhat dengan setiap orang di jalanan. Dan yang membaca curhatnya tersebut pasti takkan menaruh simpati melainkan senyum yang mendatangkan pahala.

Tapi semuanya tak pernah saya tulis dalam blog.

* * *

Hari minggu kemarin, saya dan auLia berpesiar ke pantai Glagah di Kabupaten Kulonprogo. Tidak sepenuhnya bersenang-senang mengingat kepergian ke sana juga merupakan bagian dari pekerjaannya sebagai admin LDCC. Melakukan survey terhadap salah satu tempat makan untuk pertemuan bulanan PDSR FAO.

Di sanalah saya menemukan nikmatnya berpacaran di pantai. Bukan nikmat yang itu tentunya. Namun lebih kepada keleluasan berkomunikasi dan bertukar ide. Selama setengah jam kami berbicara tentang apa yang biasanya jarang kami perbincangkan di tempat lain. Jika tidak ingat bahwa waktu telah menjelang malam, mungkin kami akan terus di sana hingga beberapa jam kemudian, dan berakhir dengan masuk angin.

Di pantai saya memiliki motivasi yang cukup untuk dengan leluasa berbicara segala ide yang mungkin belum pernah terkatakan. Nah, sekarang sudah mulai nyambung dengan judul di awal ‘kan?

Saya katakan lagi bahwa saya tidak mampu menulis dengan kontinuitas yang tetap sebab saya tidak memiliki motivasi yang kuat untuk melakukannya. Dari pengalaman empiris tersebut saya bisa sedikit menimpulkan bahwa lokasi turut menentukan motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Jika anda seorang perokok yang ingin berhenti merokok, namun berada dan beraktivitas pada lingkungan orang-orang yang merokok, maka anda takkan memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan hal tersebut.

Sama seperti saya yang memiliki waktu luang yang memungkinkan untuk menulis barang tiga paragraf untuk menambah koleksi content pada blog. Ketika berada di kost pun, terkadang saya tak mampu untuk membangkitkan gairah untuk melakukan hal yang sama. Terlalu banyak godaan dan rayuan yang membuat saya enggan menyentuh keyboard.

Suatu waktu mungkin saya harus menulis di tepi pantai dan menemukan motivasi yang sama. Tapi yang jelas saya takkan menemukan sinyal GPRS di sana.

0 komentar:

Design by Dzelque Blogger Templates 2007-2008